Yang Terlupakan (Rakyat)


Indonesia kembali mengaung dengan mirisnya, sudah diduga Ibu pertiwi sudah sangat sakit oleh kelakuan warganya. Yang seharusnya terus mengharumkan nama bangsa dikancah Internasional nyatanya malah menyibukkan diri dengan permasalahan dalam negeri yang sangat kompleks dan membutuhkan solusi-solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Lama sudah kita bermimpi, berangan-angan negeri ini akan menjadi negeri yang besar dengan berbagai prestasi yang berkilau, namun kenyataanya berlainan, negeri ini malah sempoyongan dihujam oleh problema-problema yang ironis.
Hampir setiap pemimpin ketika berkampanye dengan gagahnya menyuarakan akan menyejahterakan rakyat, nyatanya ketika sudah mendapatkan jabatan ia malah sibuk dan melupakan siapa yang telah memilihnya. Rakyat sudah muak dengan semua kebohongan dan permainan politik di negeri ini, mereka harus memilih pemimpin yang hanya muncul ketika kampanye atau ketika kasus korupsinya mencuat ke permukaan. Hal yang sering terjadi di negeri ini bukan? Janji-janji manis yang dilontarkan dari mulutnya hanyalah tipu daya muslihat untuk memanis-maniskan diri diatas kebusukan niat untuk menggaet suara rakyat sebanyak-banyaknya.
Rakyat hanya dijadikan objek dalam pemilu, yang menjadi pusat permainan para pemangku jabatan. Rakyat hanya dijadikan boneka yang disuruh memilih dengan imbalan yang calon para pemimpin itu gelontorkan. Kata siapa Pemilu di Indonesia ini bersih, nyatanya calon anggota dewan ketika sudah menjabat banyak yang korupsi karena dituntut mengganti uang yang dipakainya ketika kampanye. Lagi-lagi yang menjadi korban adalah rakyat yang tak berdosa.
Yang terlupakan dalam pemerintahan Indonesia sekarang adalah lupanya pejabat yang terpilih pada yang memilih, yakni rakyat sendiri. Rakyat yang seharusnya enjadi prioritas mereka dalam bekerjanya nyatanya tidak dijadikan orientasi, rakyat hanya dijadikan alasan untuk mendompleng anggaran yang akhirnya masuk ke kantong masing-masing. Rakyat hanya dijadikan objek penderita oleh penjilat-penjilat uang negara tak bertanggung jawab. Namun, sebagai manusia yang tak punya jabatan rakyatpun tak bisa apa-apa jangankan untuk memikirkan politik atau keberlangsungan pemerintahan bagi rakyat miskin untuk mencukupi makan lebih penting daripada mengurusi permasalahan negri yang kian tak karuan.
Ketika tak ada lagi rakyat yang ‘melek’ dengan kondisi negeri ini, para penjilat itu dengan leluasanya melukai perasaan ibu pertiwi dengan melakukan korupsi, anggaran yang katanya untuk kebutuhan publik nyatanya dipakai untuk memperkaya diri sendiri. Lebih ironis ketika mereka terperangkap pasal hukum, hukuman yang mereka terima tidaklah sebanding dengan kejahatan yang mereka lakukan. Yang terlupakan (rakyat) malah semakin bosan tapi ia tak mempunyai kekuatan, semuanya telah dibredel oleh orang-orang berduit termasuk harga sebuah keadilan kesejahteraan rakyat Indonesia sendiri.

Komentar

Postingan Populer