Aku Masih Bego 1

" ....bilakah semuanya telah usang, coba warnai seberkas harapan agar aku selalu mempunyai semangat untuk menemuimu, dimanapun tempat kau janjikan asal jangan di langit, karena aku masih ingin hidup ..."

Lambat laun aku mulai menutup surat yang akan ku kirim untuk Roman. Kupikir sudah saatnya aku akan mengungkapkan yang sebenarnya apa yang dirasakan aku selama 4 tahun ini. Mungkin biasa saja sosokku baginya, tapi bagiku ia tak hanya seorang pendaki gunung, tapi ia pun alasan mengapa aku menjadi mencintai pendakian gunung. Sulit kupahami, tetapi semuanya terjadi. Ia adalah alasan utama mengapa aku selalu bersemangat untuk mendaki gunung-gunung itu. Karena aku selalu berharap mungkin aku akan bertemu dengannya di puncak sebuah gunung. 

Kalaupun boleh berteriak jika bertemu, aku justru tidak akan bilang perasaanku yang sebenarnya. Bahkan aku hanya ingin berteriak , " Tuhan, panjangkan umur Roman, dan jagalah Ia , selalu " . Mengapa ? Karena aku takut jika aku mengatakan perasaanku aku akan semakin dihilangkan dari pikirannya. Jelas sudah aku tak ingin ia terlalu cepat benar-benar melupakanku. Kini 4 tahun sudah, dan aku sudah siap jika kejujuranku berbuah kehilangan sosok Roman. 

Entahlah apa yang terjadi denganku selama itu, seperti tidak ingin melihat laki-laki lain. Sosoknya yang hitam, berhidung mancung, dan dagu yang agak menjorok ke depan selalu menjadi alasan bagiku untuk tidak cepat melupakan. Banyak pendaki gunung yang mempunyai perawakan seperti ia, tapi tetap saja aku melihat ada yang berbeda dalam dirinya. Bahkan alasan tak kasat mata mengapa aku harus tetap membuat namanya bertengger dipikiranku yaitu sebuah perasaan damai dan sederhana yang ia bawa. Ah sudahlah, ia menjadi laki-laki yang membuatku semangat setelah Ayah. 

Saban hari ketika masih hangat-hangatnya aku memikirkan apakah aku akan jujur dengan konsekuensi kehilangan, ataukah aku akan tetap memendamnya ? Aku semakin menjadi terasingkan oleh tubuhku sendiri. Andai saja Tuhan memberikanku pilihan yang sedikit saja membiarkan dia tetap bersamaku walau aku hanya melihatnya dari kejauhan , mungkin aku tidak akan sesulit ini untuk berujar. Memang, selama waktu penyimpanan perasaan itupun aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan. Ya, dari jarak yang sangat jauh dan yang aku takutkan ketika aku mengikuti kejujuran jaraknya akan semakin jauh dan perlahan hilang.

Padahal aku sudah bersikeras untuk melupakan harapan-harapan akan sosoknya, tetapi apalah pemikiran ini yang selalu menjadikan ia sosok yang indah dalam lamunan dan hanya bayang-bayang dalam kenyataan. Bagaimanapun ia telah asyik bertengger selama lebih dari 4 tahun memenuhi rongga perasaan ini . Sekarang ? Ya, sampai sekarang kupikir , sampai aku akan segera mengirimkan surat ini lewat sahabatnya, Bayu.

( bersambung ....)

Komentar

Postingan Populer