Refleksi Bagian 1

Selamat hidup, Kawan . Selamat menikmati hidup yang sedemikian indah dan merona dibalik segala problema. Untuk sejenak bertahan di tengah terangnya jalanan ibukota, ataupun untuk sejenak sedikit bernafas dikala oksigen yang semakin hari semakin menipis. Karena pohon yang dulu rindang dipinggir jalan telah di gantikan oleh lampu-lampu besar penerang orang-orang. Dari hati kita yang terdalam, mungkin akan merindukan ketika sekelompk anak berbondong-bondong pergi ke surau membawa mushafnya sembari saling tertawa, bernyanyi. Anak-anak dengan layang-layangnya di siang hari yang panas, saling sahutan "aku yang menang" lalu berteriak menangis karena tak lama dari itu ia kalah. 

Dari kita pasti akan merindukan mainan-mainan desa yang sederhana tapi mampu membuat anak sekampung berkumpul di satu tempat. Gundu, egrang, sonlah dan permainan-permainan tradisional lainnya yang membuat anak-anak tertawa riang dan sungguh sangat polos menatap dunia. Aku rindu ketika pagi hari bersepeda menyusuri jalanan kampung , lalu menikmati udara yang sejuk. Kesemuanya terekam dengan indah diotak ini.

Namun, kesemuanya memang tidak ada yang abadi. Termasuk kenangan yang pernah tereakam diotak. Kadang otak lupa, karena harus menerima memori-memori lain . Tapi yang berkesan akan selalu diingat dan tidak terlupakan. Ketika selokan-selokan berisi ikan-ikan kecil, airnya jernih bahkan kita tak segan mandi disana. 

Hujan, dari kita semua pasti mengingat hujan . Dimasa kecil bermain dengan riang bersama hujan, dan baru berhenti ketika halilintar mulai centil dan ada teriakan Ibu dari rumah. Kesemuanya terasa indah jika diulang. Kawan, coba kita tengok pagi ini. Ketika status kita sudah tidak anak-anak dan desa telah disulap menjadi kota, aku hanya mendengus kesal. Pasalnya, anak-anak sekarang tidak akan bisa seberuntung kami dulu. Tidak dicekoki oleh hal-hal ang belum sewajarnya diterima oleh anak-anak. 

Mari, tetap ajarkan bahwa budaya desa tidaklah kampungan. Budaya desa mengajarkan kita mengenai kesederhanaan. Bukan hanya itu, persaudaraan tak sedarah yang juga dianut di desa harusnya menjadi cerminan masyarakat dikota. Kawan, sederhananya dulu tak mungkin kita ulang tapi tetap bisa kita ingat dan kita sampaikan pada anak cucu kelak.

Komentar

Postingan Populer