Saya Memilih Golput Saja

Pesta demokerasi dimulai. Semua calon sedang gencar-gencarnya menyiapkan diri untuk menjadi pemenang dalam pemilu. Saya tinggal di kabupaten yang akan melakukan pilkada beberapa minggu lagi, dan sampai saat ini entah kepada siapa satu suara anak negeri ini akan dilabuhkan. Sesungguhnya aku tidak suka semuanya, tak suka satu pun mereka yang dengan percaya diri mencalonkan diri. Entah apa motivasi mereka hingga berani menyalonkan diri tanpa tahu kapabilitas dan kredibiltas mereka apakah sesuai dengan yang sedang dibutuhkan kabupaten saya yang kian terpuruk. 

Saya mendengus kesal, seharusnya KPU itu lebih selektif dalam meloloskan para calon bupati. Bukan karena mereka banyak uang atau karena mereka adaah sodara dari orang-orang penting di kabupaten ini, tetapi sudah seharusnya KPU memberikan syarat-syarat yang memang 'berlogika' untuk calon-calon tersebut. Karena imbas dari apa yang dipilih sekarang akan berlangsung selama lima tahun yang akan datang, sehingga jika yang diloloskan saja sudah tidak punya kualitas yang baik bagaimana rakyat dapat memilih. 

Masing-masing sibuk dengan slogan-slogan 'tengil' nya , entah mendapat wangsit dari mana . Saling merobek spanduk lawan-lawannya. Dilihat dari cara dia bersikap saja, hal tersebut bukanlah sosok pemimpin yang layak untuk kabupaten saya. Tidak harus dengan cara 'lebay' dan 'kampungan' bukan untuk menang ? Kembali membawa niat yang katanya 'untuk kesejahteraan rakyat', kenyataannya hanyalah membuat luka rakyat semakin perih. Apalagi ketika Otonomi Daerah mulai diberlakukan, rasa-rasanya para pemimpin daerah menjadi saudaragar-saudagar kaya di daerahnya,

Lagi-lagi potret kepemimpinan kebelakang akan menjadi bahan pertimbangan. Apakah kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemimpin sebelumnya memang memihak rakyat ? Atau setidaknya pemberantasan korupsi di kabupaten saya dapat berjalan dengan baik ? Hasilnya tentu tidak. Bahkan semakin nyata kasus korupsi yang ada . Jadi mersa ragu dengan kerja KPK, apakah KPK hanya menggungat kasus korupsi di pusat saja sedangkan daerah dibiarkan ? 

Sudahlah, rupanya saya terlalu melihat jauh kebelakang. Satu yang pasti, jika sistemnya masih sepertinya saya dpat pastikan saya memilih golput saja. Kenapa? Itu adalah solusi yang 'tepat' walau tidak 'cerdas' . Setidaknya saya menghindari kemunafikan, karena saya berpikir bahwa mengapa harus dipaksa memilih jika tidak ada yang kepilih ? Walau memang disisi lain hal tersebut tidak diiyakan mengingat suara tersebut adalah hak dari warga negara untuk menentukan pilihan pemimpinnya. Karena semakin banyak orang memilih golput, menjadi indikasi bahwa kepercayaan masyarakat pada pemerintah sudah semakin menipis. Ya, jangan salahkan rakyat . Sudah seyognya mereka yang menjadi pemimpin berkaca pada kesalahan-kesalahan sebelumnyam, bukan menambah-nambahi kesalahan yang imbasnya rakyat juga yang mengalami kerugian. 

Siapapun yang terpilih sudah seharusnya adalah ia yang mempunya kapabilitas dan kredibilitas yang pas bagaimana cara menjadi pemimpin bukan menjadi sekadar oemimpin, Yang ketika sudah mendapat jabatan hanya sibuk mengumpulkan uang yang dipakai ketika kampanye.

Komentar

Postingan Populer