Kopi Lagi? Setengah saja, tapi!
Kopi lagi?
Otakku banyak bertanya, aku manahan diri, sudah cukup 240 ml per
hari.
Kopi lagi?
Aku tahu kau sedang tidak baik malam ini, sudahlah teguk saja lagi
kopimu, tidak bisa membuatmu sedikit tenang memang, tapi setidaknya kau
bergerak, mengambil kalengnya dari kulkas, lalu membuka kalengnya,
menumpahkannya ke mulut, masuk ke dalam kerongkongan dan berakhir di lambung.
Perih yah?
Kau memang belum makan dari pagi kan? Istimewa memang.
Ah, kenapa banyak sekali bertanya? Diamlah.
Mataku benar-benar perih, seharian menatap layar komputer,
mengerjakan ribuan data menganalisisnya, membuat kesimpulan, berpikir ini itu
dan aku sepertinya mulai merasa lelah, ah jangan bilang lelah, ini belum
seberapa. Belum selesai tugasku sebelumnya, aku sudah mendapatkan hadiah lagi,
yap sebuah tugas lagi. Kupikir aku sangat beruntung, Tuhan memberikanku kesempatan
untuk terus belajar.
Apa yang kamu inginkan? Hari-hari yang penuh dengan rutinitas
biasa-biasa saja kah? Ayolah kamu masih muda. Tidak boleh seperti itu.
Ingat-ingatlah apa yang ingin kamu wujudkan.
Aku menunduk, di depan laptop. Mataku benar-benar perih, tapi
otakku terus saja berpikir.
Kau memang seorang yang pikiran yah.
Aku menatap lekat-lekat kuku tangan yang sudah panjang, kuku ini
hidup dan jika tidak dipotong maka akan terus tumbuh dan bisa dijadikan senjata
untuk mencakar orang-orang yang merendahkanmu. Tapi, hidup bukan soal mengurusi
siapa yang membuatmu lemah, mereka hanya topeng saja, mereka pun dikirimkan
Tuhan untuk membuatmu terus belajar menjadi manusia yang lebih baik setiap
harinya.
Tumbuhlah selagi Tuhan memberikanmu kesempatan untuk tumbuh.
Sering-seringlah berdiskusi dengan Tuhan jika kau merasa lelah, ingat, tidak
baik untuk menyalahkan orang lain terhadap kesalahan yang menimpa kita, karena
hal tersebut hanya dilakukan oleh jiwa-jiwa yang lemah.
Ada dua potong roti. Tadi siang sepertinya enak, malam ini
melihatnya pun aku tak sudi. Perutku mual, sepertinya terlalu banyak kafein
yang masuk tanpa karbohidrat. Di siang hari wafer seamat sepertinya begitu
enak, malam ini tampak biasa, aku memakan beberapa buah anggur dan satu buah
apel. Ya, sehat, katanya.
Menghitung sampai 100, aku malah semakin ingin terbang.
Mau kemana?
Aku ingin pergi ke sebuah tempat yang indah.
Gunung?
Terserah. Yang jelas bisa sejenak membuatku damai.
Yakin?
Iya.
Aku kembali menunduk, memeluk erat boneka monyet pemberian
sahabatku. Pikiranku melayang-layang. Jauh terbang. Kuharap sesuatu membawanya
ke tempat yang ingin aku singgahi malam ini. Ke sebuah tempat yang tidak pernah
terpikir oleh siapapun menjadi tempat yang nyaman. Apa?
Rahasia.
Kopi lagi?
Aku menggelengkan kepala.
Tidurlah.
Aku menggelengkan kepala.
Kasurku sudah rapih, dengan sepray baru gambar koala siap
menemaniku bermimpi indah malam ini.
Aku menggelengkan kepala.
Bisa tidur atau tidak malam ini aku saja sanksi.
Galau?
Tot.
Ulu hatiku sakit.
Ah, biasa saja.
Aku tersenyum.
Senyum bisa dipalsukan, tapi sorot matamu tidak pernah rela diajak
berbohong. Ada bekas aliran, yang menganak sungai hingga ke pipi.
Pening sekali.
Aku memainkan handphone berharap berbunyi dan ada beberapa pesan.
Kompak.
Tidak berbunyi.
Apa yang akan aku lakukan jika dalam hidupku Tuhan tidak memberikan
aku kesempatan untuk tidur?
Celaka.
Apa yang akan aku lakukan jika dalam hidupku Tuhan tidak
menciptakan kopi?
Aku bukan penyuka kopi yang cinta mati, hanya pengagum.
Lalu, apa yang akan aku lakukan malam ini?
Aku hanya menerawang langit-langit kamar. Aku butuh nyenyak dan
sedikit lupa, tapi aku tidak pernah diberi kesempatan untuk menjadi pelupa. Aku
selalu ingat apa yang aku pikirkan.
Bagaimana?
Aku tidak mengantuk.
Kopi lagi?
Aku menggeleng.
Aku merebahkan tubuh ini, lalu memeluk boneka dan ada yang keluar
dari pelupuk mata. Pesan dari Tuhan bahwa aku memang manusia biasa.
Berhentilah.
Tangguhlah.
Siapa tahu esok hari aku akan jadi orang yang sangat bahagia
karena membuat orang lain bahagia.
Tidak untuk hari ini.
Salah satu ciptaan Tuhan aku buat kecewa malam ini.
Aku diberi kesempatan oleh Tuhan untuk merenung.
Kopi lagi?
Kali ini aku mengangguk.
Setengah saja, tapi!
Jakarta, 19 Juli 2016. Pukul 22.36
Komentar
Posting Komentar