Be Grateful To Be Me Part 1

Be Grateful To Be “ME”
Siapa yang tidak kenal saya? BANYAK!! Hahaha.

Saya bukanlah seorang artis, bukan pula seorang pejabat, tapi saya pernah menjadi mahasiswa dan sampai detik ini saya masih menjadi manusia. Saya kuliah di jurusan Teknik Mesin, saya sangat menyukai dunia tulis-menulis, dan sudah dua bulan saya bekerja dibidang Human Resource. Banyak yang bertanya, “Kok gak nyambung?”, jelas. Saya ingat, Ibu saya bertemu dengan guru bahasa Indonesia sewaktu di SMA, beliau berbicara pada Mamah, “Buk, kenapa anaknya tidak masuk jurusan sastra saja? Tulisannya bagus, saya yakin dia punya bakat.”, Mamah menceritakannya pada saya ketika makan malam, saya hanya tertawa cengengesan. Saya sudah menulis sejak kelas lima SD, saya masih ingat sering menghabiskan balpoint untuk menulis di buku tulis yang sebenarnya untuk menulis pelajaran. Dengan mengalir, saya menulis cerita di buku tersebut sampai suatu hari Mamah membaca tulisan saya dan responnya biasa saja, (beliau mempunya hobi yang sama denganku, dulu pernah punya cita-cita menjadi seorang penulis, tapi Tuhan menjadikan beliau seorang Guru). Sampai di SMP, saya masih melakukan kegiatan tulis-menulis di buku, beberapa buku saya bagikan pada teman-teman saya, mereka membacanya dan ketika selesai mengembalikannya kepada saya, responnya “Bagus!”, saya tak besar kepala, pujian itu setiap hari saya terima dan saya biasa saja menanggapinya, pikirku setiap orang pasti mempunyai ide yang bisa dituliskan ke dalam sebuah tulisan, jadi saya pikir saya tidak ada apa-apanya. Hal tersebut, membuat saya terpacu untuk kembali menulis lalu setiap cerpen saya tawarkan kepada teman-teman saya untuk dibaca, waktu itu mereka mengatakan menyukai tulisan saya, “Nulis yang banyak Vi,”, dan aku semakin terpacu untuk menulis. Sampai suatu ketika, saya membeli sebuah tabloid yang beredar secara nasional dan redaksinya menerima kiriman puisi. Sangat perjuangan sekali, karena untuk mendapatkan tabloid tersebut saya hars berkendara sekitar 20 menit untuk membelinya di minimarket, akhirnya saya mengirimkan sebuah puisi ke tabloid tersebut (sayang sekali saya tidak mendokumentasikan karya saya pada masa awal-awal mulai menulis). Dua minggu berselang, saya mendapat transferan uang Rp.40000, puisi saya dimuat dan saya langsung sujud syukur waktu itu. Bulan berikutnya saya kembali mengirimkan puisi saya dan kembali dimuat dengan honor sebesar Rp.50000. Tahu uangnya saya belikan apa? Es krim. Lalu saya bagi-bagi es krim tersebut. Puas? Belum, saya terus rajin mengirim puisi dan beberapa kali mengikuti kejuaran menulis. Sampai suatu hari ada yang mengirim surat lewat pos berisi pujian kepada puisi yang saya buat, maklum anak kecil, lalu saya berikan kepada Mamah, “Ada yang mengangumi tulisanmu, di sana, di Kalimantan”, lagi-lagi saya hanya tertawa cengengesan. Sejak pertama kali menulis sampai hari ini saya menulis tulisan ini saya memantapka hati bahwa saya telah mempunyai dunia sendiri. Hati saya selalu damai jika menulis, apapun itu. 

Komentar

Postingan Populer