Berburu Damai di Pantai Nanggelan

"Main! Ayo main"

Setelah usai melaksanakan Praktek Lapangan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao rasanya sayang sekali jika tidak mencicipi keindahan-keindahan di jember. Berbekal ajakan tempo hari dari salah seorang kawan bernama Haris, mahasiswa Universitas Jember akhirnya aku memutuskan untuk main ke sebuah pantai di Jember Selatan, yakni Pantai Nanggelan. Aku sempat bertanya pada kawan-kawan di Female Backpacker Indonesia mengenai Pantai Nanggelan, jawabannya masih senada dengan jawaban temanku juga bahwa belum pernah mendengar Pantai Nanggelan.

Tanggal 14 agustus 2014, tiga orang kawanku dari Universitas yang bernama Haris, Hendra, dan Dhimas kembali menjemput ke Mess. Kami merencanakan agenda 'main' ini hanya dari blackberry messenger. Sejujurnya ini adalah upaya pemaksaanku kepada mereka ( haha, ) , maklum saja otakku isinya djejali sama keindahan Indonesia, sayang saja jika pergi ke suatu tempat tanpa jalan-jalan . Sekitar pukul 12.30 setelah shalat dzuhur kami berenam melakukan perjalanan ke Pantai Nanggelan menggunakan sepeda motor.

Pantai Nanggelan berada di Kecamatan Temuprejo, pantai ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Kalian pernah mendengar mengenai pantai yang termasuk kedalam kawasan Taman Nasional tersebut yang didalamnya ada mitos mengenai masih ditemukan orang-orang kerdil yang merupakan penduduk di hutan kawasan tersebut. Sebenarnya mitos itu juga yang membuat aku penasaran ingin mengunjungi pantai tersebut. Membaca beberapa literature yang sangat terbatas, di kawasan tersebut ditemukan segerombolan orang kerdil yang katanya masih mendiami kawasan tersebut, namun keberadaan mereka sangat rahasia karena jarang atau bahkan belum ada yang melihat lalu mendokumentasikan wujud dari manusia kerdil tersebut.

Akses menuju pantai Nanggelan tidaklah mudah. Sekitar 45 menit dari Jenggawah kita akan sampai di PTPN 12 Kebun Blater, kita akan memasuki area PTPN . Menyusuri jalanan setapak yang sepertinya biasa digunakan oleh masyarakat yang tinggal di kawasan PTPN ini untuk menuju ke arah luar. Jika anda menginginkan jalanan yang mulus anda hanya akan kecewa, karena jalan yang dilalui memang sepertinya tidak wajar untuk dilalui oleh motor biasa. Inilah alasan kenapa pantai ini masih belum dikenal banyak orang yaitu karena aksesnya yang tidak mudah. Dan kami memang mendapat 'jackpot' kali ini , jembatan yang biasa dilewati ternyata sedang dalam perbaikan sehingga aku harus memutar arah menyusuri kembali jalan yang naik turun demi sebuah pantai, Pantai Nanggelan.
Sebelum sampai di kebun dimana kita menitipkan motor, kita akan disuguhi oleh deretan rumah warga yang sangat sederhana. Sejauh mata memandang sulit ditemukan rumah warga yang terbuat dari tembok, dinding rumah warga kebanyakan terbuat dari bilik-bilik sederhana yang melindungi mereka dari dinginnya udara pada malam hari dan teriknya matahari pada siang hari. Dari kondisi tempat tinggal yang ada, mereka memang hidup dalam kondisi kekurangan. Kalau melihat kondisi seperti ini jadi teringat 2 tahun yang lalu di Siberut Utara, dimana kita akan menemukan saudara kita setanah air yang jauh dari dekapan pemerintah dan bertahan hidup mengandalkan Tuhan dan Hutan.
 Masih menuju kawasan Pantai Nanggelan, gambar diatas seperti kawasan hutan mati. Pohon ini tumbuh dengan jumlah daun yang terbatas. Jejeran pohon tersebut membuatku semakin tertantang untuk cepat sampai di Pantai Nanggelan.
Akhirnya aku sampai disebuah kebun dimana terdapat sebuah gubuk yang didalamnya terdapat 3 buah sepeda motor, ditempat itu pula aku menitipkan motor sementara selama aku pergi ke pantai. Untuk sampai di Pantai Nanggelan tidak hanya akses saja yang sulit tetapi kita harus mendaki sebuah bukit sekitar 20 menit hingga akhirnya sampai di bibir pantai Nanggelan. Saat melihat kondisi pantai, jujur saja aku senang, mengapa? Pantainya masih asri, belum banyak orang yang datang hari itu, tetapi menurut salah seorang kawan memang Pantai ini jarang dikunjungi oleh masyarakat dikarenakan akses yang masih sulit. Bukit yang kita daki juga lumayan menguras keringat, apalagi saya hanya menggunakan sendal jepit ( jangan ditiru ini tidak aman ), ditambah persediaan air yang kita bahwa hanya aqua 600 ml ( jangan ditiru juga ). Akhirnya, salah seorang dari kawan kami berteriak menandakan bahwa kita telah sampai. Tercium bau amis yang membuat 'enek', usut punya usut terlihat cairan hijau yang dibawa oleh ombak ke Pantai, sejenak aku memiliki hipotesis bahwa bau amis tersebut ditimbulkan karena cairan hijau tersebut, namun ternyata setelah aku emncium secara langsung ternyata cairan tersebut tidak menimbukan bau amis, jadi, apakah ada yang tahu bau amis yang biasanya tercium di pantai disebabkan oleh apa?

Disebelah barat terdapat sebuah karang yang biasanya digunakan oleh masyarakat sekitar untuk memancing.
 Ombaknya tidak begitu besar, api kami tidak berenang dikarenakan waktu yang mulai sore.

Nah, ada yang unik. Kalau kita susur pantai sampai ke ujung , kita akan menemukan sebuah danau yang airnya terpisah dari laut tetapi mempunyai rasa asin ( aku mencobanya loh ), kata kawanku juga di danau ini hidup ikan terbang yang kecil-kecil.
Damai, memang damai Pantai ini. Deburan ombak yang memaksaku kembali mengingat peristiwa 2 tahun lalu di Pantai Sikabaluan. Mungkin aku akan mulai jatuh cinta pada pantai setelah gunung-gunung yang menjulang tinggi itu aku jatuh cintahi. Pada pantai kita belajar mengenai keikhlasan untuk ditiadakan ombak tetapi seperti kita tahu pasir pantai tak pernah habis meski ombak terus menuju pantai. Analogi yang dipakai adalah nilai keteguhan yang dapat kita ambil, keteguhan untuk menjalani hidup juga keteguhan dalam proses perjalanan.
Dan itulah kelima kawan saya yang menemani pada perjalanan kali ini, dan sayalah yang paling cantik hari itu, di pantai itu ...
Terimakasih untuk semuanya :)
Suatu saat aku kembali kesini, untuk jalan-jalan ( lagi ) ...

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer