Bagaimana Agar Aku Lebih Menarik dari Laut, Sayang?
Pacarku
seorang diver, berhari-hari menyambangi spot-spot diving terbaik di Indonesia
hanya untuk melihat indahnya bawah laut, katanya. Saking senangnya, ia sampai
lupa mengabari kalau sudah sampai di bandara X, di terminal Y, atau di pantai Z.
Aku kesal? Jelas, namanya juga wanita pasti akan sangat menunggu kabar dari
laki-laki yang dicintainya. Khawatir? Ah, kalau dijelaskan aku sendiri tak
mampu menjelaskan bagaimana khawatirnya aku ketika dia berpamitan, “Aku mau
diving di X”. Aku hanya sedikit tahu tentang olahraga menyelam, dan resiko
paling buruk adalah kematian. Setiap kali dia menyelam, pikiranku tidak karuan,
yah meski dia sudah mendapatkan sertifikat menyelam pikiran buruk kerap kali
menyambangiku, bagaimana kalau ia kehabisan oksigen ketika dalam air, bagaimana
jika ada hiu, dan kekhawatiran-khawatiran lainnya. Dan ketika aku utarakan
kekhawatiranku dia hanya menjawab, “Kamu itu konyol, berpikirnya kemana-mana”.
Kebiasaan buruknya adalah ia pamit lewat bbm dan tak pernah secara langsung
bertatap. Bayangkan, sore hari kita makan disebuah kafe dini harinya aku
mendapatkan pesan bahwa ia akan pergi menyelam di Sulawesi. Pikirku melayang ke
dimensi antah berantah, apa iya saking sibuknya mempersiapkan alat-alat
selamnya ia tidak sempat lupa untuk mengabariku? Sikapnya memang cuek, bahkan
ketika aku berkata, “Bagaimana yah agar aku lebih menarik dari alat-alat
selammu itu?”, ia menjawab, “Engkau tidak akan lebih mempesona dari alat-alat
selamku.”. Ah, aku mendengus kesal dan ia sama sekali tak menghiraukanku. Aku
pasang wajah cemberut, ia menatapku tajam. “Gitu doang ngambek”. Aku diam. “Masa
kamu Cuma bilang gitu doang, bilang apa kek, duh yo!”kataku dalam hati.
Sore
ini rencananya kami akan bertemu setelah hampir sebulan lamanya aku menahan
rindu. Ia harus pergi menyelesaikan pekerjaannya di Sulawesi. Sebentar,
kujelaskan dulu apa pekerjannya. Baginya, ia tidak pernah bekerja, karena ia
hanya menyelam untuk mengambil gambar-gambar terbaik dari bawah laut lalu
menyetor untuk sebuah majalah travel ternama di Amerika. Ia adalah seorang
photografer. Tak pernah lepas dari kamera, pernah ditawari untuk bekerja di
Singapura tetapi ia menolaknya karena lebih cinta Indonesia, katanya. Jangan
tanya berapa kali mengabariku ya, ia hanya sesekali. Katanya, kalau ingat dia
punya aku baru dia mengabari, kalau ia masih asyik dengan alat-alat selamnya
aku tidak pernah berharap lebih untuk sekadar mendapatkan pesan, “ Selamat
pagi, sayang”. Kalau sudah seperti ini, aku hanya berdoa agar selamat dalam
penyelamannya. Apalagi? Menunggu pesannya memang membuatku banyak berpikir, “Kemana
dia? Lagi apa dia? Lagi sama siapa dia?”. Salahsatu kunci agar tetap tenang
adalah percaya, bahwa ia sedang bekerja, katanya menabung untuk masa depan,
ceileeeh. Tapi jujur saja, sebagai seorang wanita aku selalu penasaran, akan
lebih baik juga jika ia memberikan kabar bahwa ia sedang berada dimana, tetapi
aku tidak ingin juga memberatkannya, lagi pula ia bukan tipe laki-laki yang
terus-terusan memegang handphone. Hanya beberapa kali saja ia melihat sosmed,
lalu menutupnya kembali. Sudah kubilang, ada yang lebih menyita perhatiannya,
yaitu diving.
Jam
sudah menunjukkan pukul 19.00, tetapi ia tak kunjung datang di kafe tempat ku
menunggu. Kucoba menelpon, tetapi handphone nya tidak aktif. Ah, kemana lagi
dia? Bukankah aku sangat ingin pertemuan ini. Sebulan lamanya tak bertemu, aku
di Kalimantan dan dia di Sulawesi, kita akan bertemu di Jakarta dan masih saja
belum bisa bertemu. Ada apa dengan dia? Setega itukah sampai menunda pertemuan
denganku, oh Tuhan, aku rindu pada laki-laki itu. Kemana dia? Menunggu sampai
terkantuk-kantuk dan akhirnya aku ternyata tertidur dan terbangun pukul 02.00
pagi karena pramusaji membangunkanku untuk segera pulang karena kafe akan
tutup. Aku bangun dn kulihat handphoneku, nyatanya tidak ada telpon ataupun
pesan darinya. Nihil. Aku ingin menangis, tetapi malu, dadaku sesak. Satria.
Aku membanting pintu mobil dan langsung memacu mobil dengan kecepatan tinggi,
jangan khawatir aku tidak mabuk, aku tidak pernah mabuk, mataku masih awas dan
otakku masih berpikir jadi aku masih bisa berkonsentrasi tiba-tiba handphoneku
berbunyi, suara tanda pesan masuk.
Aku harus kembali flight, jam 4
harus segera sampai di Wakatobi.
Oh
Tuhan, Satria. Aku menurunkan kecepatan mobil dan aku menangis. Lama menunggu
laki-laki kecintaanku, ternyata dia membatalkan pertemuannya dan harus segera
kembali ke Sulawesi. Aku mencoba menenangkan diri, mencoba mencerna apa yang
terjadi beberapa saat lalu setelah menerima pesan dari Satria. Dia tidak bilang
maaf, benar-benar pesan singkat. Lalu aku membalasnya.
Hati-hati yah sayang, jangan lupa
makan, jangan lupa istirahat, I love you
Aku
sudah tenang, dan semestinya aku harus tenang. Meski aku sedikit kesal dengan
Satria tetapi aku harus tenang, aku harus menerima bahwa ia membatalkan
pertemuan ini karena urusan pekerjaannya, dan sebagai calon pasangan hidunya
(kelak) aku harus mulai belajar bagaimana cara kerja dia, bagaimana dia dalam
menikmati hidup. Padahal inginku simpel, aku ingin kabar darinya, ucapkan
selamat malam, atau semacam kata romantis seperti orang-orang. Tetapi, romantis
baginya mungkin punya definisi sendiri, dan aku yakin romantis baginya tidaklah
biasa seperti banyak orang, aku tidak usah menunggu aku cukup memberikan
pemahaman yang terbaik saja baginya, meski aku kesal untuk malam ini padanya.
Ah, sekuat apapun merasa tenang nyatanya aku masih menangis. Dan handphone ku
berbunyi.
“Hallo”
“Iya”jawabku
“Aku
harus kembali flight jam 9 malam, waktu itu handphoneku mati, aku tak sempat
mengabarimu.”
“Iya”
“Kamu
kesal?”
“Sudahlah,
lupakan.”
“Oke”
“Oke?”tanyaku.
“Sayang,
aku akan hati-hati, aku tidak akan lupa makan, besok aku akan diving ditempat
baru, katanya belum ada yang menyelam ditempat tersebut. Menurut warga sekitar,
arus disana lumayan tinggi, aku akan mulai menyelam pagi hari. Aku takut kamu
belum bangun jam 4 nanti.”
Aku
terdiam. Jarang sekali ia mengabariku dengan menelpon.
“Kamu
baik-baik saja?”
“Tentu,
aku akan menyiapkan alat-alat. Kamu sudah sampai dirumah?”
“Belum”
“Ya
udah hati-hati”
“Iya”
Aku
smapai dirumah dan langsung merebahkan tubuh diatas kasur, kulihat
langit-langit kamar yang berwana cokelat muda. Tuhan, jaga Satria ya. Kataku
dalam hati, rasa kesalku lenyap begitu saja ketika ia menelpon, rasanya aneh
dia mengabariku dengan menelpon, biasnaya hanya lewat bbm saja. Aku lelah,
gelap.
“Oh
sial, aku terlambat bangun.”kataku kaget
Jam
sudah menunjukkan pukul 11 siang, dan aku baru terbangun dari tidur panjangku.
Ah, mengapa bisa? Padahal jam 8 pagi aku harus menemui salahsatu temanku. Ya,
meski hari minggu dan aku tidak ingin hariku berlalu dengan malas-malasan. Aku
segera mencari handphone. Sial, handphoneku ternyata terjatuh, ia kutemukan
dekat pintu kamar mandi, kenapa bisa? Aku melihat layar handphone dan banyak
sekali missed call. Ah, pasti ini Sari pakai nomor baru. Ada sebanyak 15 kali
panggilan tak terjawab dengan nomor yang sama. Lalu aku melihat pesan, ada
pesan dari Sari dan ia mengatakan bahwa ia tidak bisa datang, tetapi dengan
menggunakan nomornya. Lalu siapa yang menelponku sebanyak 15 kali ini? Aku
segera menelponnya. Belum sempat aku mengatakan salam, suara laki-laki langsung
menyaut.
“Kinan,
ini Kinanti kan?”
“Iya,
ini siapa?”
“Aku
Tommy, temannya Satria”
Oh
Tuhan, aku lemas.
“Ada
apa ya Tom?”
“Satria
belum kembali ke kapal setelah menyelam mulai jam 4 tadi, kami masih
mencarinya, Kin”
Tubuhku
lemas, mataku berair, oh Tuhan sayang, kamu dimana?
“Kin?”
“Iya,
Tom”
“Jangan
bilang dulu orangtuanya ya”
“Baik,
Tom. Lantas, kamu tahu nomorku dari siapa?”
“E.......”
“Tom?”
“Satria
memberikan nomormu padaku sebelum ia menyelam, katanya tolong kabari kamu kalau
dia sudah sampai di kapal, ia takut kelupaan karena setelah menyelam pasti ia
akan membereskan alat-alat dan itu menyita waktu yang lama.”
Aku
diam.
“Tom,
bisa kamu kasih tahu lokasi kalian? Sepertinya aku akan menyusul kesana, apakah
boleh?”
“Baiklah,
Kin. Kau kabari saja kalau sudah di Bandara ya.”
“Baik,
aku akan ikut penerbangan yang paling cepat”
“Hati-hati”
Sayang,
kamu dimana? Kataku dalam hati.
.........
Lokasi penyelaman.
“Gimana Tom?”tanyaku.
“Masih nihil”
Aku berada di kapal
yang melakukan pencarian.
Sayangku, Satria. Laut ini begitu menawan, pantas
saja engkau sangat mencintainya. Baru kulihat permukaannya saja dan ini sudah
memukau bagiku, apakabar dikedalaman sana, sayang? Kamu melihat keindahan yang
tidak dapat kulihat, ya?
Aku
kembali menangis. Dari kejauhan, disebuah pulau kecil kami melihat sebuah
perahu nelayan yang menepi, seseorang menyuruh kami untuk kembali menepi.
Entah, aku tidak ingin sampai di pulau kecil itu, pikiranku melayang-layang,
aku semakin lemas seiring dengan mendekatnya kapal yang kutumpangi. Sampai. Aku
tidak mau mendekat. Tommy memapahku.
Satria
terbaring lemas, aku langsung memeluknya. Nelayan tersebut baru menemukan
Satria sekitar 15 menit lalu, sekarang jam telah menunjukkan pukul 6 sore. Ia
mulai membuka mata, lalu terbangun. Ia mencoba mengangkat badannya, lalu
memelukku erat. Aku menangis dibahunya.
“Kalau
dengan kamu mengabari lewat telpon kamu jadi seperti ini, lebih baik aku hanya
membaca pesan saja”kataku sambil menangis.
Aku
tidak peduli dengan orang-orang yang berada disitu, apalagi Tommy.
“Aku
masih lemas, jangan memelukku terlalu erat”katanya
“Kita
istirahat di hotel saja “kata Tommy
Setelah
mengucapkan terimakasih pada nelayan, kami langsung brgegas ke hotel. Selama
perjalanan, aku terus memeluk Satria, menyandarkan kepalaku dibahunya. Sesekali
aku menangis, ah Satria.
“Nih”katanya
sambil memperlihatkan cincin pertunangan kita
“Kamu
bawa itu ketika menyelam?”tanyaku
“Alasanku
semangat kembali menuju daratan salahsatunya ini”
Aku
tersipu malu.
“Kata
siapa aku tidak romantis, hah?”
“Ah,
kataku kesal”
Pukul
21.00 ditepi pantai.
Senja
memang selalu menawan, ia selalu memberikan harapan untuk malam yang bahagia.
Aku memegang tangan Satria. Kusandarkan kepalaku ke bahunya, ia mengelus kepalaku
pelan-pelan, lalu mengecup keningku.
“Apakah
kamu bisa tidak secuek kemarin-kemarin?”
“Tergantung”
“Tergantung
apa?”
“Buat
dirimu lebih menarik, agar aku tak sempat untuk acuh padamu”
“Ahhh,
kamu sudah bilang aku tak akan lebih mempesona dari alt-alat selammu”
“Tapi
aku belum bilang kan, kalau kamu yang paling menawan?”
“Huh,
masa aku dibandingin sama alat-alat selam?”
“Sebab,
ia yang memberikanku bahagia. Tanpa alat-alat itu, aku tidak akan seperti
sekarang, merasakan bahagia, jalan-kalan keliling Indonesia, dan pekerjanku
dengan alat-alat selam itu.”
“Aku
cemburu”kataku kesal
“Memangnya
aku tidak cemburu ketika kamu masuk hutan, naik gunung untuk survey apalah itu,
pasti banyak laki-lakinya, hah?”katanya sambil memalingkan wajah
“Hah?”aku
membalikkan wajahnya secara paksa
“Kamu
pernah cemburu juga?”kataku sambil mengernyitkan dahi
“Kamu
pikir?Tapi aku masih bisa cool kan? Memangnya kamu? Huh”katanya kembali
membuatku kesal
“Tapi
kan yang mengejarmu banyak”kataku sambil menunduk
“Suruh
aja mereka mengejar, aku sudah dapat kok”
“Dapat
apa?”
“Dapat
macankayak kamu”
“Ihhhhh”
“Apa?
Mau bilang cemburu lagi aku poto sama temanku?”
“kalau
iya?”
“Bodo
amat”
“Ih
tuh kan, udah mau mati juga tadi”
“Aku
ngebayangin wajahkamu pas tahu aku belum balik ke kapal deh, pasti gak karuan”
“Aku
lemes, aku nangis, aku langsung booking pesawat”
“Oh
jadi kamu nyesel?”
“Aku
nunggu kamu dari jam 7 malam sampai jam 2 pagi di kafe”kataku kesal
Ia
mencium keningku lama.
“Kamu
pikir aku tak bisa romantis? Bisa mati diabetes kamu”
“Ihh”
“Masih
kuat kan aku cuek kayak kemarin?”
“Tonjok
nih”
“Hahaha,
ampuun”
“Terus, bagaimana
agar aku lebih menarik dari laut?”
"Dengan tidak pernah menjadi laut itu"
"Hah?"
"Karena kamu ya kamu, aku sudah jatuh cintanya sama kamu, kamu tidak usah jadi laut"
Pada akhirnya, kedua insan
yang memiliki komitmen bersama, haruslah saling percaya dan haruslah saling
menjaga. Seorang perempuan akan sangat khawatir terhadap laki-laki yang dicintainya jika tak kunjung tiada kabar, jadi bukanlah hal yang sulit untuk sekadar memberi kabar. Ini bukan perihal ingin tahu dan ikut campur dengan kegiatannya, tetapi semata-mata karena sebuah pengakuan bahwa ada yang merindukan meski sebatas kabarnya. Tapi, dari kesemuanya sudah jelas bahwa slaing percaya dan saling menjaga adalah sebuah keharusan, karena masing-masing punya hati, karena masing-masing punya rasa.
Selamat malam, Neptunus !
.............
Komentar
Posting Komentar