Tuhan Bersamakau Pada Secangkir Kopi
Aku memesan kopi, Engkau melihatnya. Aku
menambahkan gula, Engkau pasti melihatku. Aku menambahkan gula lagi, Engkau
jelas melihatku. Aku mengaduknya, Engkau melihatku. Aku meniup-niup kopi agar
dingin, Engkau pun melihatku. Aku meneguknya, Engkau pun melihat dengan jelas.
Aku diam sambil menengadahkan kepala keatas, Engkau melihatku. Aku silangkan
kaki, Engkau melihatnya. Aku menidurkan badan pada meja di warung kopi, Engkau
melihatnya. Dan ketika aku mendengus kesal karena sesuatu, Engkau sigap
memberiku jawaban. Ketika aku merasa resah, Engkau berikan jawaban lewat
sholat. Ketika wajahku marah, Engkau berikan jawaban lewat berwudhu. Bagaimana
aku bisa acuh ketika suara-Mu memanggilku, lalu aku pura-pura tak mendengar dan
melanjutkan aktifitasku tanpa malu?
Malam hari aku melakukan refleksi
bersama kopi, aku yakin Tuhan pun ada disitu. Tuhan pasti melihatku bersama
kopi, kadang aku akan bersama kedua sahabatku. Tapi banyak juga aku lakukan
sendiri, aku tahu biarlah orang-orang tahu ceriaku dan kopi dan Tuhan yang tahu
bagaimana sebenarnya aku. Tak baik mengumbar kesedihan, kata Tuhan. Mending aku
bercerita langsung pada-Nya setiap malam.
Kopi. Jika aku merasa jenuh apakah
masih boleh diwajar-i? Ketika aktifitasku tidak banyak dan malah lebih banyak
diam, apakah aku masih boleh ngotot kenapa Tuhan tak segera memberiku
pekerjaan? Padahal setiap hari aku getol untuk melamar kesana kemari, tapi tak
kunjung ada panggilan. Ada yang salah dengan sikapku selama ini? Ketika
kawan-kawanku sudah banyak mendapat pekerjaan, menciptakan uang untuk kedua
orangtuanya, dan aku masih santai-santai dirumah? Aku membuat kopi keluar dari
gelas beberapa mili, sepertinya kopi enggan mendengar ceritaku lagi. Aku masih
tetap mengaduknya, didalam setiap adukan aku melihat wajah Ibu, Bapak, dan
orang-orang yang sedari dulu memberiku kebahagiaan. Aku menatap tajam gerakan
yang diciptakan oleh adukanku. Satu kesalahan telah kulakukan ternyata.
Jawabannya ada pada tegukan kedua. Aku ngotot ingin bekerja, aku ngotot ingin
segera bahagia, padahal usaha yang kulakukan belum seberapa. Apa pantas meminta
sesuatu untuk yang tidak pernah diperjuangkan? Jelas tidak berkelas sekali
untuk makhluk yang dibekali akal seperti manusia. Aku ngotot telah berusaha,
mengitung setiap usaha yang kulakukan dan aku seperti tidak pernah ikhlas dalam
berjuang. Aku merasa telah melakukan apapun, padahal perjuanganku tidak
dibarengi dengan keihklasan dan hanya menuntut Tuhan memberiku segera
kebahagiaan. Jika belum dikabulkan aku malah merasa sendiri, mengutuk diri
sendiri, lalu menyalahkan orang-orang sekitarku. Oh Tuhan, kesalahan yang
mendasar ternyata telah dilakukan. Tegukan ketiga, aku tertawa. Konyol sekali
rupanya diriku ini yah, menyalahkan Tuhan yang padahal tak pernah meninggalkanku.
Tegukan keempat. Kini tentang sebuah
pengharapan sebagai seorang manusia. Aku lebih percaya berharap pada manusia.
Aku lupa tentang Tugas Tuhan yang diberikan padaku sebagai manusia juga. Bahwa
Tugasku di dunia ini sebagai manusia dan kepada manusia adalah hanya sebatas
memberi, jangan pernah untuk meminta. Karena yang pantas diminta, hanyalah
Tuhan. Mengerti? Jadi mulai dari sekarang, sudahlah hentikan berharap pada
sesamamu, mintalah yang banyak pada Tuhan-Mu. Bukankah Tuhan yang mempunyai
setiap isi dunia ini? Kenapa kita bersikeras meminta pada mereka yang sama
menghamba pada Tuhan?
Tegukan kelima. Aku mulai bangkit dari
renunganku. Melihat sekeliling lalu tersenyum. Dimanapun aku berada, dan ketika
aku merasa sendiri ternyata Tuhan tidak pernah meninggalkanku. Beberapa hadist
mengatakan Tuhan lebih dekat dari urat leher. Tuhan bersama orang-orang yang
rendah hati dan selalu memberi. Tuhan bersama orang-orang yang ikhlas. Tuhan
bersama dengan orang-orang yang mau belajar. Tuhan bersama orang-orang yang
melakukan silaturahmi. Tuhan bersama orang-orang yang menebar kebaikan. Tuhan
bersama orang-orang yang berkasih sayang. Tuhan bersama orang-orang
menomorsatukan-Nya. Tuhan bersama orang-orang yang lupa juga terhadap Tuhan.
Tuhan bersama para penjahat. Tuhan bersama para pembunuh. Tuhan bersama para
perampok. Tuhan bersama gelandangan dijalan. Tuhan bersama dengan presiden di
rapat paripurna. Tuhan bersama orang-orang yang berjihad melawan kedzaliman.
Dan seterusnya, Tuhan selalu bersamaku pada secangkir kopi. Aku akan kerjasama,
sama Tuhan. Itu lebih nyata!
Tegukan keenam. Kopiku habis.
Komentar
Posting Komentar